Latest News

Kamis, 26 November 2015

Turki dan Rusia Telah Berseteru dalam Selusin Perang


SITUS JUDI POKER - Hubungan Rusia dan Turki kembali tegang setelah jet tempur F-16 Turki menembak jatuh pesawat bomber Sukhoi Su-24 milik Rusia. Otoritas Turki beralasan pesawat Rusia tersebut melanggar wilayah udaranya dan tidak juga berbalik setelah diberi peringatan.

Pemerintah Rusia murka dengan kejadian yang mereka sebut sebagai kejahatan itu dan merespons dengan mengirim kapal perang dan sistem antipesawat ke Latakia yang menjadi basis operasi pasukannya di Suriah. Eskalasi hubungan kedua negara bahkan dikhawatirkan akan meningkat menjadi konflik bersenjata.

Turki dan Rusia ternyata memang jarang sekali akur sejak kedua mulai berhubungan ratusan tahun lalu. Tercatat, sejak Turki dikuasai Kekaisaran Ottoman, kedua negara telah berhadapan dalam setidaknya selusin perang.

Kekaisaran Ottoman Turki yang dipisahkan dengan Kekaisaran Rusia oleh Laut Hitam dan Persemakmuran Polandia-Lithuania berambisi memperluas kekuasaannya. Langkah yang sama juga dilakukan oleh Rusia sehingga menimbulkan Perang Russo-Turkish yang pecah pada 1568 sampai 1570 dan berakhir dengan kemenangan Rusia.

Perang antara dua kekuatan itu kembali pecah pada 1676 yang diakhiri dengan gencatan senjata 20 tahun yang disetujui pada Perjanjian Bakchisarai, 1681. Namun pada 1686, Rusia bergabung dengan koalisi Eropa yang beranggotakan negara-negara anti-Turki seperti Habsburg, Austria, Polandia, Lithuania, dan Venezia serta mengkhianati perjanjian tersebut menyebabkan pecahnya perang Russo-Turkish yang ketiga.


Setelah perang ketiga berakhir pada 1700, kedua belah pihak kembali terlibat dalam enam perang besar Rusia-Turki lain antara 1710 sampai 1829 yang sebagian besar dimenangkan oleh Kekaisaran Rusia.

Pada 1853, Kekaisaran Ottoman, Inggris, Prancis, dan Sardinia yang tidak menginginkan Rusia memperluas kekuasaannya bertemu dalam Perang Krimea. Dalam perang ini, Rusia mengalami kekalahan dan harus menyetujui Perjanjian Paris pada 1856 yang melarang adanya kekuatan militer Rusia di Laut Hitam.

Kekaisaran Rusia kembali meraih kemenangan dalam perang Russo-Turkish yang terjadi pada 1877 di Balkan dan Kaukasus sebelum kembali berhadapan dalam Perang Dunia I yang sekaligus mengakhiri konflik antara dua kekaisaran besar itu.

Revolusi Bolshevik yang menggulingkan kekaisaran Rusia pada 1917 mengakhiri partisipasi negeri itu dalam Perang Dunia I, nasib serupa dialami Kekaisaran Ottoman yang mengalami kekalahan dan dibubarkan oleh Gerakan Turki Muda pimpinan Mustafa Kemal Attaturk enam tahun kemudian.


Menghilangnya dua kekaisaran ini memunculkan dua negara baru, Turki dan Uni Soviet yang mulanya memiliki hubungan yang hangat dan bersahabat. Namun, kedekatan Turki dengan pihak Jerman pada Perang Dunia II dan dengan Amerika Serikat (AS) pada masa Perang Dingin mengubah situasi itu. Bergabungnya Turki dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) menyebabkan kedua negara kembali berada di pihak yang berseberangan.

Setelah Uni Soviet bubar, Turki dan Rusia memperbaiki hubungan mereka. Usaha itu tampak dari kunjungan Perdana Menteri Turki Suleyman Demirel pada 1992 untuk menandatangani perjanjian yang menjadi dasar hubungan kedua negara. Hubungan itu semakin membaik pada masa pemerintahan Presiden Dmitry Medvedev dengan disetujuinya berbagai perjanjian kesepakatan bilateral termasuk kerjasama perdagangan gas.

Sekarang dengan insiden penembakan pesawat militer Rusia oleh jet tempur Turki, patut ditunggu langkah apa yang akan diambil kedua negara untuk memperbaiki hubungan mereka. Ataukah, kejadian ini akan menjadi awal konflik seperti yang telah terjadi di masa lalu.


POSTED BY : 99 DOMINO
« PREV
NEXT »

Tidak ada komentar

Posting Komentar